Jakarta | 88News.id : Sidang pendahuluan sengketa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Muara Enim tahun 2024 resmi digelar hari ini di Mahkamah Konstitusi (MK).
Tim hukum pasangan calon (paslon) nomor urut 03, Dr. H. Nasrun Umar (HNU) dan Lia Anggraini, yang diwakili oleh Prof. Dr. Otto Cornelis Kaligis, SH, MH, menyampaikan sejumlah poin penting terkait dugaan kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) dalam penyelenggaraan Pilkada tersebut.
Menurut Prof. OC Kaligis, kliennya mengalami kehilangan suara yang signifikan akibat pelanggaran berat oleh penyelenggara pemilu.
"Kami menemukan banyak indikasi pelanggaran yang mencederai prinsip pemilu jujur dan adil," tegasnya dalam konferensi pers seusai sidang.
Dugaan Pelanggaran TSM dalam Pilkada.
Salah satu sorotan utama dalam gugatan ini adalah pelanggaran kode etik oleh KPU Kabupaten Muara Enim. Berdasarkan Putusan DKPP RI No. 130-PKE-DKPP/VII/2024, Ketua dan Anggota KPU Kabupaten Muara Enim telah mendapat sanksi peringatan keras akibat pelanggaran integritas. Namun, mereka tetap memimpin penyelenggaraan Pilkada.
"Bagaimana mungkin proses Pilkada berlangsung adil jika penyelenggaranya sudah terbukti tidak netral?" ujar Kaligis.
Indikasi kecurangan lainnya mencakup:
Ketidaknetralan Penyelenggara Pemilu : Petugas Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dilaporkan makan bersama paslon nomor 02 menjelang Pilkada.
Manipulasi Hasil Suara : Mati listrik dua kali saat penghitungan suara memberikan kesempatan bagi pihak tertentu untuk memanipulasi formulir C1.
Surat Suara Siluman dan DPT Ganda : Terdapat kejanggalan jumlah pengguna hak pilih yang melebihi daftar pemilih tetap (DPT) di beberapa TPS, seperti di TPS 06 Kelurahan Tegal Rejo.
Praktik Politik Uang : Tim paslon 02 diduga membagikan uang Rp100.000 hingga Rp300.000 per keluarga sebagai bentuk politik uang.
Hasil Pilkada yang Mencurigakan
Kaligis juga memaparkan adanya TPS dengan hasil yang mencurigakan. Di TPS 01 Desa Banu Ayu, paslon 02 meraih 94% suara, sedangkan di TPS khusus Lapas Muara Enim, ditemukan jumlah pemilih tambahan yang tidak wajar. "Fakta-fakta ini menguatkan dugaan adanya kecurangan yang merugikan paslon 03,"ungkapnya.
Permohonan di MK .
Berdasarkan bukti yang diajukan, tim hukum HNU-Lia Anggraini meminta Mahkamah Konstitusi untuk memerintahkan pemungutan suara ulang (PSU) di sejumlah TPS, khususnya di Kecamatan Lawang Kidul. Gugatan ini diharapkan dapat mengungkap pelanggaran dan memulihkan keadilan dalam proses Pilkada Muara Enim.
"Keadilan harus ditegakkan demi menjaga kepercayaan masyarakat terhadap demokrasi," pungkas Kaligis.
Sidang lanjutan terkait sengketa ini akan digelar dalam waktu dekat, dengan agenda mendengar jawaban dari KPU Kabupaten Muara Enim sebagai termohon. Kasus ini menjadi perhatian publik karena menyangkut integritas proses demokrasi di tingkat daerah. (NS).