Medan | 88News.id : Hesty Sitorus kembali menggemakan protes keras atas lambannya penanganan kasus pidana yang ia ajukan di Sumatera Utara. Kali ini, ia menuduh Bagian Pengawasan dan Penyidikan (Wassidik) Polda Sumut menghambat jalannya proses hukum dengan cara-cara yang ia sebut sebagai "rekomendasi mengada-ada."
"Tidak selesai, saya akan melaporkan peserta gelar perkara di Wassidik Poldasu ke Mabes Polri atas dugaan obstruction of justice. Saya juga tak akan membuat laporan baru di Poldasu karena khawatir dihentikan begitu saja," ujar Hesty dengan nada tegas, Jumat (6/12/2024).
Tak tanggung-tanggung, Hesty mengumumkan langkah nekat sebagai wujud perjuangannya menuntut keadilan. "Saya siap melakukan aksi tidur di Mabes Polri. Semua sudah saya persiapkan, termasuk tenda. Ini bukan sekadar simbolik, tapi seruan nyata agar para petinggi Polri membuka mata," katanya.
Hesty mengungkapkan bahwa Mabes Polri sebenarnya telah memberikan arahan jelas terkait laporan pidananya, termasuk rekomendasi untuk melanjutkan ke tahap penyidikan. Namun, menurutnya, bagian Wassidik Poldasu justru mempersulit dengan menciptakan rekomendasi tambahan yang memperlambat proses hukum.
"Alat bukti lengkap, saksi jelas, dan rekomendasi dari Mabes Polri sudah ada. Tapi Wassidik Poldasu malah mengeluarkan rekomendasi tambahan yang membuat prosesnya semakin lambat," tuturnya penuh frustrasi.
Hesty menuding adanya permainan di balik lambannya penanganan kasusnya. Ia menyebutkan nama Effendi Tarigan, seorang penyidik di Wassidik Polda Sumut, yang menurutnya memiliki rekam jejak mempermainkan laporan hukum. "Dulu saat bertugas di Direktorat Harda Poldasu, beliau sudah mempermainkan laporan kami. Sekarang, dengan posisi di Wassidik, saya merasa pola yang sama terulang," ucap Hesty.
Tidak hanya itu, ia juga menyoroti dugaan kedekatan antara Tusiyah, terlapor dalam kasus ini, dengan seorang perwira polisi bernama Iptu Jimme E Depari. Menurut Hesty, hubungan ini memunculkan indikasi konflik kepentingan. "Saya heran, Iptu Jimme ini bukan suami Tusiyah, tapi sering terlihat bersama bahkan hingga larut malam. Ada apa di balik ini semua?" tanyanya penuh curiga.
Kasus yang dilaporkan Hesty melibatkan dugaan pemalsuan surat oleh Tusiyah yang diduga menyebabkan kerugian hingga Rp1 miliar. Dalam sidang perdata, Tusiyah disebut-sebut menggunakan dokumen palsu, namun bukti-bukti tersebut hingga kini belum ditindaklanjuti secara pidana.
"Alat bukti asli sudah saya serahkan. Jadi, apa lagi alasan Wassidik Poldasu untuk menunda penyelesaian kasus ini?" ujarnya.
Hesty menegaskan bahwa ia akan terus melanjutkan perjuangan meskipun harus mengambil langkah ekstrem. "Saya sudah sampaikan kepada Pak Kapolri, jika dalam dua minggu ke depan tidak ada penetapan tersangka, saya akan tidur di depan Mabes Polri. Saya ingin memastikan bahwa keadilan tidak hanya menjadi slogan belaka," tegasnya.
Ia juga meminta perhatian langsung dari Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Kadiv Propam, Kabareskrim, dan Kapolda Sumut untuk menindak tegas dugaan penyalahgunaan wewenang yang menghambat laporannya. "Jika praktik semacam ini terus dibiarkan, keadilan untuk masyarakat kecil seperti saya akan semakin jauh dari kenyataan," katanya dengan penuh harap.
Kasus Hesty Sitorus telah menjadi sorotan, tidak hanya karena nilai kerugian yang signifikan, tetapi juga sebagai ujian terhadap transparansi dan akuntabilitas aparat penegak hukum di Sumatera Utara. Langkah ekstrem yang diambil Hesty menjadi simbol perjuangan masyarakat kecil yang sering merasa diabaikan dalam sistem hukum.
"Ini bukan sekadar kasus pribadi saya. Ini adalah perjuangan untuk memastikan bahwa hukum berlaku adil bagi semua," pungkas Hesty. (Zlf).