Medan | 88News.id : Misteri kepemilikan lahan 13 hektar yang dikuasai manajemen PT Jaya Beton Indonesia kini memasuki babak terpanas. Pengadilan Negeri (PN) Medan menemukan kecocokan data Penggugat dengan Tergugat saat menggelar sidang ke lahan bermasalah itu.
Mendatangi lokasi lahan yang digugat, yakni di Jalan Takenaka, Lingkungan VI/VII, Kelurahan Paya Pasir, Kecamatan Medan Marelan, Kota Medan, sidak (inspeksi mendadak) terjadi Jumat (18/10/2024).
"Dihadiri Penggugat dan Tergugat, (unsur) dari pengadilan juga lengkap, majelis (hakim) lengkap," kata Bambang H Samosir, SH., MH., kuasa hukum Penggugat, seusai sidang lapangan.
"Hasil sidang baik. Bagus karena ditemukan kecocokan data dari pihak Penggugat dengan Tergugat. Seperti soal luas tanah (yang digugat), juga nama-nama jiran (di batas tanah) pas dengan data yang dimiliki Penggugat dan Tergugat," sambungnya.
Temuan bagus hasil sidak yang tampak memberatkan pihak PT Jaya Beton Indonesia membuat Bambang berharap majelis hakim PN Medan mengabulkan gugatan Lindawati dan Afrizal Amris, ahli waris lahan yang sejak 20 tahun lalu dikuasai PT Jaya Beton Indonesia.
"Apalagi kendala selama persidangan pihak Tergugat tampak bersikap pasif. Kami juga telah menawarkan (cara) win win solution, tapi tak ditanggapi oleh pihak Penggugat
"Kami berharap majelis hakim objektif menilai perkara ini. Soalnya, bukti-bukti yang kami miliki (soal legalitas lahan) asli, tahun (surat tanahnya) juga lebih tua dari (yang dimiliki) Tergugat," imbuh Bambang lagi.
Bersidang di PN Medan sejak Mei 2024, gugatan terhadap perusahaan pemenang tender proyek di Pemko Medan ini diketahui teregisterasi dengan nomor perkara: 271/Pdt.G/2024/PN Mdn.
Dalam isi gugatan, sang Penggugat Lindawati dan Afrizal Amris meminta majelis hakim PN Medan memutuskan lahan seluas 128.344,35 M² itu sah milik mereka. Karena itu, Penggugat meminta majelis hakim menghukum Tergugat untuk menyerahkan objek perkara dalam keadaan kosong dan sempurna kepada pihaknya.
“Menyatakan Tergugat untuk membayar secara tunai dan seketika ganti kerugian kepada para Penggugat, baik materiil maupun immateriil, total sebesar Rp 642.221.075.000 atau Rp642 miliar lebih,” demikian isi petitum Penggugat.
Penggugat juga meminta majelis hakim menghukum Tergugat untuk membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp100 juta setiap bulan atas keterlambatan atau kelalaian menyerahkan atau mengosongkan lahan itu sekaligus menyatakan putusan perkara ini dapat dilaksanakan terlebih dahulu (uitvoerbaar bij voorraad) meski ada perlawanan, banding, kasasi atau upaya hukum lain. (Rel/Tim).